6 Tips menghadapi mom shaming

1 komentar


foto: canva
 “Kok anaknya kurus bu?”
“Itu anaknya nangis kok dibiarin aja?”

Pernah denger yang kayak gini kan bu?! tos dulu. U are not alone. Saya juga pernah mendapat perlakuan serupa. Perilaku ini disebut mom shaming. Istilah ini berarti merendahkan seorang ibu karena pilihan pengasuhannya berbeda dengan si pengkritik. Bisa berupa sindiran, komentar dan kritik yang bersifat negatif.

Saya sebenarnya agak kurang setuju dengan istilah ini. Karena bagi saya, sesuatu yang berbau ‘shaming-shamingan’ ini selalu berdampak buruk bagi siapapun. Bapak, anak, mertua, nenek, cucu, kang bakso, kang sayur, kang kuli bangunan. Siapapun. Tapi memang dampaknya akan lebih dasyat bila dilekatkan pada ibu. Baik secara fisik, maupun mental. Karena, tak hanya ibu, dampak mom shaming juga bisa berimbas pada anak. Lebih jauh lagi, pada hubungan suami istri. Jika ini terus berlanjut, bisa berdampak buruk bagi keberlangsungan rumah tangga.

Coba bayangkan, ketika ibu badmood dengan komentar orang, kemungkinan besar mood swing juga saat menghadapi anak. Anak, justru jadi rewel. Atau sebenarnya anak gak rewel, tapi karena mood ibu kurang baik, apapun yang dilakukan anak, jadi tampak amburadul. Tidak berhenti sampai disitu. Ibu juga seorang istri. Jika dia sudah suntuk dengan kegiatan hari ini, suami datang, muka sudah acakadut. Jangankan diajak ngobrol, disenyumin aja mlengos. Bapak-bapak yang punya istri di rumah aja, mungkin akan ikut suntuk. Dan komunikasi dua arahpun terhambat. Ambyar kan bu ibu…
Lebih parah lagi, jika yang melakukan mom shaming adalah saudara atau orang terdekat dengan kita. Suami, ibu, saudara perempuan, bulik, paklik, dan sederet nama keluarga lainya. Apa gak tambah luar biasa penderitaan si ibu?! Saat ibu sedang butuh dukungan, malah tidak ada satupun yang memeluknya.

Jadi, memang harus hati-hati yang bu ibu. Apalagi saat bertemu dengan ibu baru. Kadang kita yang sudah aware dengan mom shaming ini justru adalah pelaku. Padahal, ibu baru sangat butuh dukungan dari semua pihak. Termasuk orang asing sekalipun. Bayangin aja, si ibu baru lagi serius dengan cara pengasuhan, yang jelas-jelas sangat baru bagi dia, eh ada yang nylonong “Itu putingnya kedalem, makanya anaknya rewel”. Yup, rasanya seperti kesamber petir ya bu. meskipun amit-amit saya belum pernah kesamber petir hehe…

Tapi, sebenarnya, mom shaming ini gak baru-baru amat kok. Ibu saya dulu pernah mengalaminya. Dan saya yakin, mbah, atau mbahnya ibu saya juga pernah berada di situasi ini. Cuma istilahnya tidak sekeren hari ini. Seperti misalnya, ibu saya dulu gagal menyusui saya dengan asi. Kenapa?! Gara-gara mbah saya bilang “asimu ki kurang kapur” mungkin kok asinya bening gitu kali ya. Bahkan, ibu saya juga mendapat perlakuan yang kurang lebih sama tentang asinya, oleh bidan yang menanganinya. Gak boleh minum banyak air biar bayinya gak pilek dan sederet pamali-pamali lain. Ibu pun akhirnya memutuskan untuk memberikan susu formula. Tidak habis disitu. Selepas melahirkan, harus pakai bengkung yang siset, biar bentuk tubuh gak mbleber kemana-mana. Waktu dicritain, saya cuma bisa membayangkan. Gimana rasanya perut diiket sambil nyusuin. Wow bukan?!.

Nah, karena saya juga pernah ngalamin shaming-shaming gini bu, ini ada tips dari saya. Gimana menghadapi mom shaming. Ini mungkin berbeda dengan pengalaman ibu-ibu yang lainya. Tapi mungkin bisa berguna untuk ibu-ibu di belahan bumi lainya.

1.                  Sadari
Sadari bahwa setiap orang, terkhusus ibu, tidak pernah tidak mengalami mom shaming. Mom shaming bahkan sudah ada sejak mbah saya, mungkin lebih tua dari itu, tapi beda istilah. Menerima kondisi ini berfungsi agar kita lebih siap, gak kagetan, jika sewaktu-waktu ada orang yang sengaja atau tidak melakukan mom shaming pada kita. Kesiapan diri ini penting, agar kita bisa berfikir lebih waras setelah itu.

2.                  Latih selera humor
Ibu-ibu sepertinya musti punya selera humor yang tinggi. Ini sebenarnya sebagai bentuk perlawanan atas tindakan tidak mengenakkan. Melawan dengan guyonan ini lebih menyenangkan. Baik untuk saya, tapi tidak terlihat buruk untuk lawan bicara. Seperti, 
“bu, anakmu kok kurus? Gak suka makan ya?!”
“gak kok bu, suka. Kadang beras, dedak, balungan, diemplok. Beling juga masuk”
Jika lawan bicara kita punya level humor yang sama, saya akan tertawa bersama. Case closed.
Tapi hati-hati, cara ini mungkin saja tidak berguna ketika lawan bicara kita tak punya selera humor. Anda bisa saja dicap gak sopan atau kurang ajar. Ini akan menjadi double mom shaming. Tapi bagi saya, tiap orang punya selera humor kok. Yang bikin gak lucu mungkin kondisinya, suasana hati atau perbedaan cuaca. Jadi, BMKG mungkin berguna untuk melihat kondisi cuaca saat ini. Apasih hehehe…

3.                  Stop membandingkan
Seringkali, saya sendiri membandingkan pola pengasuhan anak dengan orang lain. Apalagi sekarang zamanya media sosial. Segala macam model pengasuhan bisa dilihat dan dicontoh. Kadang, saya secara tak sadar membandingkan diri sendiri dengan apa yang saya lihat dan baca. Sungguh tampak sempurna. Influencer-influencer tentang pengasuhan bertaburan di Instagram. They look sooooo perfect. Stop it!!!
Saya bahkan sempat unfollow influencer yang menurut saya terlalu sempurna. Ini bukan saya julid ya bu. tapi sungguh, saya jadi lebih ‘nrimo’ dengan kondisi anak saya. Ini penting, Karena tiap anak berbeda. Jadi, sangat tidak salah, kitapun memperlakukan anak kita spesial dengan cara kita. Tentunya terbaik yang kita bisa.

4.                  Percaya diri
Percayalah, kita adalah orang pertama dan utama yang mengenal anak kita lebih dari siapapun. jadi, kitalah bu yang paling tahu apa yang terbaik untuk anak kita. Mencari referensi boleh saja, perlu malah. Tapi, tetap keputusan ada di tangan kita. Penting juga untuk membicarakan masalah pengasuhan dengan pasangan, biar bisa saling menguatkan, jangan lupa pelukan ya pak…

5.          Dengarkan
Dengarkan saja apa yang sedang dilakukan pelaku mom shaming kepada kita. Mereka sebenarnya sedang mencari ‘pelampiasan’ atas rasa tidak aman atau rasa bersalah atas pengasuhan yang selama ini mereka lakukan. Dengan mengkritik atau berkomentar buruk, seolah membuat mereka impas. Atau merasa telah memperbaiki hal ‘kliru’ yang terlanjur mereka lakukan selama tahap pengasuhan. So, marah kepada orang seperti ini kurang oke. lebih tepatnya, kasian.

6.                  Lupakan
Melupakan apa yang didengar bahkan di depan mata memang bukan perkara gampang. Karena ini butuh usaha lebih. Cara untuk melupakannya juga berbeda tiap orang. Saya, biasanya dengan bermain bersama anak-anak. Membuat Do It Yourself atau DIY dengan kardus. Ini sangat membantu saya melupakan hawa negatif dari apa yang terlanjut terlontar dari orang yang mungkin saja tidak sadar sedang melakukan mom shaming.

            Yup, itu tadi bu 6 tips dari saya. Semoga bermanfaat. Jangan lupa terus bahagia. Karena ibu bahagia pangkal keluarga sejahtera. Buat ibu-ibu yang pernah ngalamin mom shaming, atau yang belum ibu-ibu tapi pernah melihat kejadian serupa, sharing yuk di kolom komentar?!